Dahulu para salafuna shaleh, air mata mereka meleleh membasahi pipi dan lihyah lantaran Ramadhan pergi meninggalkan mereka. Terkadang dari lisan mereka terucap sebuah doa, sebagai ungkapan kerinduan akan datangnya ramadhan dan ramadhan :
Idul Fitri dalam hadis lain dimaknai sebagai hari “kembali pada kesucian”, bahkan disebut kembali suci sebagaimana pada saat bayi dikeluarkan dari rahim ibunya:
عن أبى سلمة بن عبدالرحمن بن عوف قال: حدثني أبي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه قال: (إن الله عز وجل فرض عليكم صيام رمضان، وسننت لكم قيامه، فمن صامه إيمانا واحتسابا خرج من ذنوبه كيوم ولدته أمه (اخرجه الطبراني).
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan bagi kalian berpuasa di bulan Ramadhan, dan mensunatkan shalat malam, maka barangsiapa yang berpuasa dengan penuh keimanan dan berserah diri, akan terbebas dosa-dosanya bagaikan bayi yang dilahirkan dari rahim ibunya” (Diriwayatkan oleh Thabrani).
Seperti halnya makna tersebut, maka selayaknya kita fahami bahwa Idul fitri tak berarti mengisi hari-hari kita dengan senang-senang belaka. Padahal sesungguhnya umur kita kian berkurang. Seharusnya kita tetap mawas diri, introspeksi seberapa baik ramadhan kita, seberapa mampu ramadhan kali ini membuat hidup kita menjadi lebih baik. Dan Marilah kita berdo’a semoga Allah masih memberikan ke\ota kesempatan untuk bertemu dengan ramadhan tahun berikutnya.